Rabu, 24 November 2010

Pohon

Dalam sebuah perjalanan seorang ayah dengan puteranya, sebatang pohon kayu nan tinggi ternyata menjadi hal yang menarik untuk mereka simak. Keduanya pun berhenti di bawah rindangnya pohon tersebut.


“Anakku,” ucap sang ayah tiba-tiba. Anak usia belasan tahun ini pun menatap lekat ayahnya. Dengan sapaan seperti itu, sang anak paham kalau ayahnya akan mengucapkan sesuatu yang serius.

Aku Miskin

Suatu hari, seorang ayah dari keluarga yang sangat kaya membawa anaknya bepergian ke suatu daerah yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian. Ia bermaksud untuk mengajarkan bagaimana kehidupan yang selama ini mereka kenyam dengan membandingkan kehidupan orang-orang yang miskin. Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin.

Sepulang dari perjalanan tersebut, sang Ayah bertanya kepada anaknya, "Bagaimana perjalanan tadi?"

Minggu, 21 November 2010

Hanya Koin Penyok

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Kamis, 28 Oktober 2010

Makna Perjalanan Haji


Musim haji sudah dekat, dan bahkan calon haji Indonesia sudah banyak yang berangkat ke tanah suci. Sekali lagi Calon Haji memantapkan niatnya. Mantap dengan artian bersih dalam niat, perangkat dan perilaku jiwanya. Periksa kembali kehalalan uang yang digunakan untuk membiayai keberangkatannya. Pastikan pula jiwa mana yang Anda bawa. Jiwa yang hendak bertekuk lutut dan mengakui kehinaan di hadapan Alloh SWT, ataukah jiwa yang hendak ‘memperalat’ Alloh SWT demi status baru? Ataukah sekadar memperpanjang gelar yang disandang?

Ibadah haji adalah ritual yang sarat dengan simbolisasi penuh makna. Dari diawali dengan niat di Miqat, tawaf mengelilingi ka’bah, sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa, sampai dengan lempar jumroh. Hakikat dari ritual-ritual itulah yang coba diuraikan secara khas dan sangat thought-provoke oleh seorang cendekiawan Iran, (almarhum) Dr. Ali Syariati dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Makna Haji.

Rabu, 27 Oktober 2010

HINAAN MEMBAWA BERKAH

Suatu hari, anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke kantor berlantai 7 di suatu perguruan tinggi ; ketika dia memanggul buku-buku tersebut menunggu di lift, seorang satpam yang berusia 50-an menghampirinya dan berkata : “Lift ini untuk profesor dan dosen, lainnya tidak diperkenankan memakai lift ini, kau harus lewat tangga!”

Anak muda memberian penjelasan pada satpam itu :

Selasa, 26 Oktober 2010

Tiga Orang Tamu

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.

Hidup Itu Sederhana

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah,dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.

—- 000 —–

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda.Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb.Selain memperbaiki sepeda tersebut, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap.Murid-murid lain menertawakan perbuatannya.Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.

—- 000 —–

Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik.”Ibu menjawab: “Mengapa?”Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah. ”Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

—- 000 —–

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur.”Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku.”Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

—- 000 —–

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya:“Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?”Ada yang menjawab: “Cari mulai dari bagian tengah.”Ada pula yang menjawab: “Cari di rerumputan yang cekung ke dalam.”Dan ada yang menjawab: “Cari di rumput yang paling tinggi.”Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat:“Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana.”Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunyasetahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat-loncat.

—- 000 —–

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan:“Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.”Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.”Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan”dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.

—- 000 —–

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir,semua berjalan dengan berat, sangat menderita,hanya satu orang yang berjalan dengan gembira.Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?”Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memilikisecukupnya saja."You are what you think about. Beware of your mind"

—- 000 —–

Jumat, 15 Januari 2010

Hari Perhitungan

Khutbah Jumat yang saya ikuti tadi sempat membuat hati ini merinding, berikut hal2 yang bisa saya sarikan kepada Sobat2 semua mudah2an ada manfaatnya.

Judulnya Yaumul Hisab atau bisa kita artikan Hari Perhitungan, Suatu hari dimana seluruh Manusia dikumpulkan sejak Nabi Adam Hingga Manusia akhir Zaman dan semuanya tanpa memakai baju selembarpun dan amal kita yang baik ataupun yang buruk diperhitungkan.

Ketika Aisyah RA, bertanya apakah para wanita tidak malu ya Rosululloh, karena bertelanjang ?
Jawab Rosul : Semua Orang akan lupa bahwa mereka tidak memakai Busana bahkan Orang tua lupa anak, orang yang disebelahnyapun tidak sempat ia pikirkan. Mereka lagi bingung memikirkan perhitungan amal perbuatannya ketika Hidup di Dunia. Sehingga hari itu merupakan Hari yang betul2 membuat Seluruh manusia Resah dan gelisah. Apakah amal baiknya lebih banyak yang artinya masuk surga !. ataukah amal buruknya lebih banyak sehingga ia akan masuk neraka... Astaghfirullah.

Sabda Nabi : Ada Orang2 yang akan mendapatkan naungan di hari hisab nanti diantaranya yaitu : Pemuda yang bisa menahan Syahwatnya ketika dirayu oleh wanita2 cantik, Orang yang Berkhalwat dengan Allah SWT di Malam hingga meneteskan air mata (Tahajud),
Dan ada 70.000 Orang yang akan dibebaskan dari Hisab nanti, siapa dia ?. Dialah orang yang hanya memiliki 1 rumah dengan 1 kamar, dan orang yang hanya memiliki selembar pakaian saja. Jika kita saat ini kita memiliki beberapa pakaian yang bagus2 dan mahal2 berarti Kita Nanti Akan di perhitungkan di YAUMUL HISAB.

"Allah SWT Maha Tahu"

Senin, 11 Januari 2010

Bukti Sang Pencipta

Alhamdulillah Pada tahun 1430H/2009 Aku dan Istriku Mendapat panggilan Allah Swt untuk mengunjungi Baitullah guna melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu Berhaji.

Segala sesuatunya sudah kami persiapkan, sebenarnya dari awal ada sesuatu yang masing mengganjal, yaitu bagaimana kami bisa meninggalkan anak kami yang masih berumur 4tahun !!!. Kekhawatiran itu selalu saja muncul. Namun pembimbing manasik kami selalu mengingatkan bahwa segala sesuatunya serahkan sama sama Allah SWT, Dialah Yang maha Mengatur, Dialah Yang maha Kuasa atas segala sesuatu.

Namun hati ini masih tetap gundah, karena kebiasaannya sehari-hari sikecil selalu saja mencari2 mamanya. Setiap kali mamanya pergi saja selalu bingung keluar masuk rumah mencari-cari induk semangnya. Bagaimana jika nanti di tinggal selama 41hari ?....

Tanggal 12 November 2009 adalah hari keberangkatan kami ke embarkasi, seluruh keluarga besar mengantarkan kami ke Masjid baiturrahmah, dimana akan dilepas oleh Bupati. Dan kami pamitan, saat pamitan terutama yang perempuan meneteskan air mata. tanda haru ingin ditinggalkan sementara. kulihat si-kecilku hanya diam saja. Apakah dia mengerti arti pamitan ?. gumanku.

Dalam perjalanan ke Embarkasi Istriku selalu saja memikirkan bagaimana ya sikecil nanti....
Hari berikutnya ketika kami sudah tiba di Mekah dan bisa berkomunikasi dengan keluarga di Tanah air aku baru mendapat kabar bahwa sikecil tersebut memang Biasa saja. Bahkan ketika budenya bertanya. "kenapa adik tadi waktu pamitan sama mama tidak nangis?". Jawabnya sungguh diluar dugaan... "ya enggaklah....... aku kan laki-laki". Subkhanalloh........... Puji Syukurku ke Hadirat-Nya. Engkau Maha Mengatur segala sesuatu Ya Alloh....
Bahkan Selama ditinggal 41 hari sikecil tidak pernah menanyakan orang tuanya.... bahkan di telpon-pun tidak mau terima.. (Mungkin dilupakan sementara oleh-Nya). Dan ternyata menurut Budenya yang menjaga selama 41 hari, sikecil lebih dewasa. jarang nangis seperti biasanya.

Semoga cerita ini menjadi inspirasi buat keluarga-keluarga muda yang ingin menunaikan ibadah haji. jangan Takut dan bimbang jika masih punya anak kecil. Percayalah ALLOH MAHA PENGATUR SEGALA SESUATU.........

Wallohu 'alamu bisawwab

Minggu, 10 Januari 2010

Pengrajin Emas dan Kuningan

Di sebuah negeri, hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal persebelahan. Seorang diantaranya, adalah pengrajin emas, sedang yang lainnya pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan ini, sebab, ini adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias, adalah beberapa dari hasil kerajinan mereka.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil pekerjaan ke kota. Hari pasar, demikian mereka biasa menyebut hari itu. Mereka akan berdagang barang-barang logam itu, sekaligus membeli barang-barang keperluan lain selama sebulan. Beruntunglah, pekan depan, akan ada tetamu agung yang datang mengunjungi kota, dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini akan membuat semua pedagang membuat lebih banyak barang yang akan dijajakan.

Siang-malam, terdengar suara logam yang ditempa. Setiap dentingnya, layaknya nafas hidup bagi mereka. Tungku-tungku api, seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang tampak membara, seakan menjadi penyulut semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang siap dijual. Hari pasar makin dekat. Dan lusa, adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba, dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah, barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang, ada kontras yang mencolok diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak berkilau. Ulir-ulirnya kasar, dengan pokok-pokok simpul rantai yang tak rapi. Seakan, sang pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.

“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan
menanyakan kenapa perhiasaannya kawannya itu tampak kusam. “Setiap orang akan memilih daganganku, sebab, emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi, “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya, aku akan membawa uang lebih banyak darimu.” Pengrajin kuningan, hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam, membuat semuanya tampak lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperli lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap di pandang mata.

Ketekunan, memang sesuatu yang mahal. Hampir semua orang yang lewat, tak menaruh perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi, dan melihat-melihat cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tertarik, dan mau membelinya. Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas yang
tertegun diam, dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang.

Hari pasar telah usai, dan para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu pun telah selesai membereskan dagangan. Dan agaknya, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

~~~

Sahabat, ketekunan memang sesuatu yang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalani pekerjaan ini. Begitupun juga kemuliaan dan harga diri, tak banyak orang yang menyadari, bahwa kedua hal itu, kadang tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya, tindak-laku kedua pengrajin itu, adalah potongan siluet kehidupan kita.

Ketekunan, adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali, jalan panjang itu membuat kita terpelincir, dan jatuh. Seringkali pula, titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun, percayalah, ada balasan bagi setiap ketekunan. Di ujung sana, akan ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan, bisa jadi punya nilai yang berbeda. Namun, apakah kemuliaan dinilai hanya dari apa disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak di luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari pengrajin kuningan, bahwa loyang, kadang bernilai lebih dibanding logam mulia. Dan juga bahwa kemuliaan, adalah buah dari ketekunan.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga jika ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia jika, lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga, jika, pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya, tak di penuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai yang luhur?

Sahabat, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari, kita bentuk ulir dan lekuk-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu, dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri, agar hati kita tak keras, dan menjadi lembut, luwes serta mampu memenuhi hati orang lain.

Percayalah, akan ada imbalan untuk semua itu. Amin.