Jumat, 15 Januari 2010

Hari Perhitungan

Khutbah Jumat yang saya ikuti tadi sempat membuat hati ini merinding, berikut hal2 yang bisa saya sarikan kepada Sobat2 semua mudah2an ada manfaatnya.

Judulnya Yaumul Hisab atau bisa kita artikan Hari Perhitungan, Suatu hari dimana seluruh Manusia dikumpulkan sejak Nabi Adam Hingga Manusia akhir Zaman dan semuanya tanpa memakai baju selembarpun dan amal kita yang baik ataupun yang buruk diperhitungkan.

Ketika Aisyah RA, bertanya apakah para wanita tidak malu ya Rosululloh, karena bertelanjang ?
Jawab Rosul : Semua Orang akan lupa bahwa mereka tidak memakai Busana bahkan Orang tua lupa anak, orang yang disebelahnyapun tidak sempat ia pikirkan. Mereka lagi bingung memikirkan perhitungan amal perbuatannya ketika Hidup di Dunia. Sehingga hari itu merupakan Hari yang betul2 membuat Seluruh manusia Resah dan gelisah. Apakah amal baiknya lebih banyak yang artinya masuk surga !. ataukah amal buruknya lebih banyak sehingga ia akan masuk neraka... Astaghfirullah.

Sabda Nabi : Ada Orang2 yang akan mendapatkan naungan di hari hisab nanti diantaranya yaitu : Pemuda yang bisa menahan Syahwatnya ketika dirayu oleh wanita2 cantik, Orang yang Berkhalwat dengan Allah SWT di Malam hingga meneteskan air mata (Tahajud),
Dan ada 70.000 Orang yang akan dibebaskan dari Hisab nanti, siapa dia ?. Dialah orang yang hanya memiliki 1 rumah dengan 1 kamar, dan orang yang hanya memiliki selembar pakaian saja. Jika kita saat ini kita memiliki beberapa pakaian yang bagus2 dan mahal2 berarti Kita Nanti Akan di perhitungkan di YAUMUL HISAB.

"Allah SWT Maha Tahu"

Senin, 11 Januari 2010

Bukti Sang Pencipta

Alhamdulillah Pada tahun 1430H/2009 Aku dan Istriku Mendapat panggilan Allah Swt untuk mengunjungi Baitullah guna melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu Berhaji.

Segala sesuatunya sudah kami persiapkan, sebenarnya dari awal ada sesuatu yang masing mengganjal, yaitu bagaimana kami bisa meninggalkan anak kami yang masih berumur 4tahun !!!. Kekhawatiran itu selalu saja muncul. Namun pembimbing manasik kami selalu mengingatkan bahwa segala sesuatunya serahkan sama sama Allah SWT, Dialah Yang maha Mengatur, Dialah Yang maha Kuasa atas segala sesuatu.

Namun hati ini masih tetap gundah, karena kebiasaannya sehari-hari sikecil selalu saja mencari2 mamanya. Setiap kali mamanya pergi saja selalu bingung keluar masuk rumah mencari-cari induk semangnya. Bagaimana jika nanti di tinggal selama 41hari ?....

Tanggal 12 November 2009 adalah hari keberangkatan kami ke embarkasi, seluruh keluarga besar mengantarkan kami ke Masjid baiturrahmah, dimana akan dilepas oleh Bupati. Dan kami pamitan, saat pamitan terutama yang perempuan meneteskan air mata. tanda haru ingin ditinggalkan sementara. kulihat si-kecilku hanya diam saja. Apakah dia mengerti arti pamitan ?. gumanku.

Dalam perjalanan ke Embarkasi Istriku selalu saja memikirkan bagaimana ya sikecil nanti....
Hari berikutnya ketika kami sudah tiba di Mekah dan bisa berkomunikasi dengan keluarga di Tanah air aku baru mendapat kabar bahwa sikecil tersebut memang Biasa saja. Bahkan ketika budenya bertanya. "kenapa adik tadi waktu pamitan sama mama tidak nangis?". Jawabnya sungguh diluar dugaan... "ya enggaklah....... aku kan laki-laki". Subkhanalloh........... Puji Syukurku ke Hadirat-Nya. Engkau Maha Mengatur segala sesuatu Ya Alloh....
Bahkan Selama ditinggal 41 hari sikecil tidak pernah menanyakan orang tuanya.... bahkan di telpon-pun tidak mau terima.. (Mungkin dilupakan sementara oleh-Nya). Dan ternyata menurut Budenya yang menjaga selama 41 hari, sikecil lebih dewasa. jarang nangis seperti biasanya.

Semoga cerita ini menjadi inspirasi buat keluarga-keluarga muda yang ingin menunaikan ibadah haji. jangan Takut dan bimbang jika masih punya anak kecil. Percayalah ALLOH MAHA PENGATUR SEGALA SESUATU.........

Wallohu 'alamu bisawwab

Minggu, 10 Januari 2010

Pengrajin Emas dan Kuningan

Di sebuah negeri, hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal persebelahan. Seorang diantaranya, adalah pengrajin emas, sedang yang lainnya pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan ini, sebab, ini adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias, adalah beberapa dari hasil kerajinan mereka.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil pekerjaan ke kota. Hari pasar, demikian mereka biasa menyebut hari itu. Mereka akan berdagang barang-barang logam itu, sekaligus membeli barang-barang keperluan lain selama sebulan. Beruntunglah, pekan depan, akan ada tetamu agung yang datang mengunjungi kota, dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini akan membuat semua pedagang membuat lebih banyak barang yang akan dijajakan.

Siang-malam, terdengar suara logam yang ditempa. Setiap dentingnya, layaknya nafas hidup bagi mereka. Tungku-tungku api, seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang tampak membara, seakan menjadi penyulut semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang siap dijual. Hari pasar makin dekat. Dan lusa, adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba, dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah, barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang, ada kontras yang mencolok diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak berkilau. Ulir-ulirnya kasar, dengan pokok-pokok simpul rantai yang tak rapi. Seakan, sang pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.

“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan
menanyakan kenapa perhiasaannya kawannya itu tampak kusam. “Setiap orang akan memilih daganganku, sebab, emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi, “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya, aku akan membawa uang lebih banyak darimu.” Pengrajin kuningan, hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam, membuat semuanya tampak lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperli lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap di pandang mata.

Ketekunan, memang sesuatu yang mahal. Hampir semua orang yang lewat, tak menaruh perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi, dan melihat-melihat cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tertarik, dan mau membelinya. Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas yang
tertegun diam, dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang.

Hari pasar telah usai, dan para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu pun telah selesai membereskan dagangan. Dan agaknya, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

~~~

Sahabat, ketekunan memang sesuatu yang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalani pekerjaan ini. Begitupun juga kemuliaan dan harga diri, tak banyak orang yang menyadari, bahwa kedua hal itu, kadang tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya, tindak-laku kedua pengrajin itu, adalah potongan siluet kehidupan kita.

Ketekunan, adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali, jalan panjang itu membuat kita terpelincir, dan jatuh. Seringkali pula, titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun, percayalah, ada balasan bagi setiap ketekunan. Di ujung sana, akan ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan, bisa jadi punya nilai yang berbeda. Namun, apakah kemuliaan dinilai hanya dari apa disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak di luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari pengrajin kuningan, bahwa loyang, kadang bernilai lebih dibanding logam mulia. Dan juga bahwa kemuliaan, adalah buah dari ketekunan.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga jika ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia jika, lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga, jika, pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya, tak di penuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai yang luhur?

Sahabat, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari, kita bentuk ulir dan lekuk-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu, dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri, agar hati kita tak keras, dan menjadi lembut, luwes serta mampu memenuhi hati orang lain.

Percayalah, akan ada imbalan untuk semua itu. Amin.